Man Jadda Wajada

Hari minggu siang, 4 Maret 2012, perhatian tertuju kepada TV berita swasta pada acara Kick Andy.  Di situ sedang tampil Hasanain Juaini, 47 tahun, pimpinan Pondok Pesantren Nurul Haramain di Kabupaten Lombok Barat.  Ia adalah penerima penghargaan Ramon Magsaysay 2011.  Hasanain terpilih atas kepedulian terhadap masyarakat karena mengembangkan pendidikan pesantren, mempromosikan nilai-nilai kesetaraan gender, kerukunan beragama, pelestarian lingkungan, dan pengembangan kehidupan mahasiswa muda dan komunitas mereka.”  Sebelumnya, pada 2003 ia menerima penghargaan Medali Ashoka Internasional karena berperan sebagai Social Entrepreneur, yakni inovasi persoalan sosial, pluralisme, dan perspektif gender di pondok pesantren dan kehidupan Islam (Sumber Tempo)

Selesai Hasaini Juaini, Andi Noya mengundang sekelompok anak muda.  Mereka inilah penulis dan artis pendukung film Negeri 5 Menara.  Film ini diangkat dari novel Ahmad Fuadi berjudul sama dengan film itu.  Penulis tidak perlu menguraikan ceritanya.   Penulis terus tertegun menyimak acara tersebut.  Kebetulan kami sekeluarga, istri serta putri dan putra juga melihat acara yang sama.  Tanpa sadar, penulis memperhatikan putri sulung yang sedang memegang sebuah buku berbahasa Inggris.  Penulis bertanya:”Kakak sudah baca buku Negeri 5 Menara?”  “Sudah, ini edisi bahasa Inggris” jawabnya jelas.  Penulis terkaget ternyata novel berwarna orange itu adalah The Land of Five Towers.  Pertanyaan kemudian tertuju kepada adiknya: “Adik sudah baca”.  “Sudah pa, yang bahasa Indonesia.  Sudah ada lanjutannya, berjudul Ranah Tiga Warna”, jawabnya.  Memang buku itu telah menjadi National Best Seller.

Ketika Andy bertanya kepada Fuadi: “Apa ukuran keberhasilan buku Negeri 5 Menara?”.  Jawaban Fuadi begitu jelas dan bening: “Orangtua saya mengajarkan sebaik-baik orang adalah yang memberi manfaat.  Fuadi mengukur keberhasilan buku ini dari seberapa manfaat yang diperoleh pembaca.  Ia berharap buku ini memberikan inspirasi dan semangat bagi generasi muda untuk belajar dan beraktivitas sungguh-sungguh, bekerja keras dan bertanggungjawab untuk menghasilkan yang terbaik.

Setelah acara TV tersebut, saya dan istri mencari info tentang Hasanain Juaini.  Kami melihatnya sedang berpidato di Youtube saat penganugerahan Magsaysay Award.  Kami menemukan ada kesamaan dalam acara Kick Andy antara Hasanain dan Negeri 5 Menara.  Background nya adalah pada pondok pesantren modern Darussalam Gontor.  Ahmad Fuadi maupun Hasanain adalah lulusan dari pondok tersebut.  Harus diakui pondok tersebut punya kualitas khusus untuk membentuk karakter lulusannya.  Karakter itu adalah Man Jadda Wajada; karakter yang mengutamakan proses, tahapan usaha, disertai kesungguhan dan totalitas.  Man Jadda Wajada adalah kalimat bahasa Arab yang bermakna ringkas dan tegas: ”Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”.

Pesan itu sangat penting untuk membangkitkan siapa saja dalam lapangan kehidupan apa saja dan dimana saja.  Bangunan pendidikan dalam keluarga, lingkungan maupun sekolah, sudah seharusnya mengajarkan proses.  Proses untuk bekerja keras, peduli, dan bertanggungjawab.  Proses untuk memproduksi, menghasilkan karya nyata.  Bukan sekedar meminta, berkonsumsi.  Jangan mudah menyerah, jangan berhenti berusaha, pantang mengeluh, terus belajar dari setiap langkah.  Baca kisah-kisah berikut ini.

Saya mengajak kepada diri sendiri, istri, anak-anak, saudara-saudara, sahabat, kawan, kolega, mahasiswa; dan siapa saja untuk bersungguh-sungguh menjalankan amanah dalam berbagai lapangan kehidupan.  Mari kita teladani Hasanain dan Ahmad Fuadi.  Man Jadda Wajada akan membawa bangsa Indonesia menjadi maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur.

Vila Bukit Sengkaling, Lembah Panderman, 9 Maret 2012

4 Responses to Man Jadda Wajada

  1. syaefudin21 says:

    makasih gan infromasinya
    saya baru baca informasi ini
    salam kenal

  2. henry says:

    gan, terima kasih infonya, kalau ada tayangan ulang kick andy man jadda wajada tolong dong untuk di upload, trims

Leave a reply to Iwan Nugroho Cancel reply