Pancasila Sebagai Dasar Negara

Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi atau falsafah terlahir dan telah membudaya di dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.  Nilai-nilai itu tertanam dalam hati, tercermin dalam sikap dan perilaku serta kegiatan lembaga-lembaga masyarakat. Dengan perkataan lain, Pancasila telah menjadi cita-cita moral bangsa Indonesia, yang mengikat seluruh warga masyarakat baik sebagai perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa (Poespowardojo dan Hardjatno, 2010).   Namun demikian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara harus diimplementasikan sebagai sumber dari semua sumber hukum dalam negara dan menjadi landasan bagi penyelenggaraan negara.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara ditunjukkan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang secara nyata merupakan lima sila Pancasila.  Hal itu merupakan dasar negara yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.  Lebih spesifik lagi Pancasila sebagai sumber hukum dinyatakan dalam Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

Lebih lanjut, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dinyatakan dalam pasal 2 Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.  Pengertian pembentukan peraturan perundang- undangan adalah proses pembuatan peraturan perundangundangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, penyebarluasan.  Rumusan UU tersebut selain memenuhi pertimbangan  dan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional, juga sekaligus menunjukkan  bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara telah memiliki landasan aturan formal.  Dalam pasal 7 dinyatakan ruang lingkup hirarki Peraturan Perundang-undangan meliputi (i) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (ii) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (iii) Peraturan Pemerintah; (iv) Peraturan Presiden; dan (v) Peraturan Daerah.

Upaya mengurai nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara memiliki cakupan yang luas sekaligus dinamis.  Luas dalam arti mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan. Dinamik mengandung arti memberi ruang reaksi terhadap perubahan lingkungan strategis. Dengan kata lain, upaya mengurai nilai-nilai Pancasila adalah hal yang tidak pernah selesai sejalan dengan perjalanan bangsa Indonesia mencapai tujuan nasional.  Keluasan dan kedinamikan tersebut dapat ditarik melalui pancaran nilai dari ke lima sila Pancasila.  Implementasi nilai-nilai tersebut ditunjukkan dengan perilaku dan kualitas SDM di dalam menjalankan kehidupan nasional menuju tercapainya tujuan negara.

Pada saat sekarang ini, bangsa Indonesia menghadapi tantangan berat.  Indonesia masih berhadapan dengan keadaan krisis global (tahun 1999 dan 2009) yang belum sepenuhnya pulih.  Hal ini ditambah dengan tekanan politik domestik yang belum cukup kondusif bagi perekonomian (sejenis kasus bank Century).  Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi hanya 4.5 persen, sementara masih ditemukan pengangguran sebesar 8.34 persen atau setara 8.5 juta orang (BPS, 2010).  Berdasarkan World Development Report (WDR) tahun 2009, IPM[1] Indonesia masih berada diperingkat ke 111, tertinggal dibanding Thailand (peringkat 87), Malaysia (66), Filipina (105)  atau Singapura (23); sekalipun lebih baik dibanding Myanmar (138) dan Vietnam (116) (UNDP, 2009).  Tidak jauh berbeda, indeks kompetisi global atau IKG (Global Competitive Index) Indonesia (peringkat 54) juga ketinggalan dibanding Singapura (3), Malaysia (24), dan Thailand (36), namun lebih baik dibanding Filipina (75) dan Vietnam (87) (Worl Economic Forum, 2009).

Lemahnya kinerja ekonomi tersebut dengan mudah terbawa kepada masalah dan kerawanan sosial atau politik daerah, yang pada gilirannya berdampak kepada lemahnya solidaritas sosial sebagai penopang persatuan dan kesatuan (Pokja Tannas, 2010). Kondisi ini mencerminkan ketahanan nasional yang lemah, sekaligus mengindikasikan rendahnya daya tangkal terhadap Tantangan, Ancaman, Hambatan dan Gangguan (TAHG). Disamping itu, rendahnya indeks kualitas manusia Indonesia secara umum menunjukkan rendahnya kemampuan kompetisi dan survival dikaitkan dengan tantangan dan dinamika global (Poespowardojo dan Hardjatno, 2010).

Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara masih perlu terus diupayakan dan diperjuangkan untuk meningkatkan kualitas SDM.

Dari uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba mengidentifikasi permasalahan yang relevan sebagai berikut:

  1. Lemahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara  pada segenap komponen bangsa.  Sejak era reformasi, Pancasila mulai dilupakan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Lahirnya perilaku separatisme, konflik bermotif SARA, kebebasan media massa, korupsi di berbagai tingkatan, melemahnya keteladanan adalah bukti menurunnya pemahaman nilai-nilai Pancasila.
  2. Peraturan perundang-undangan belum sepenuhnya mengacu kepada yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Sejak era reformasi dan otonomi daerah, banyak sekali peraturan khususnya di daerah yang menunjukkan egosektoral, saling tumpang tindih sehingga jauh dari keserasian dan keharmonisan.  Banyak peraturan daerah diciptakan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, yang justru menurunkan iklim investasi di daerah.  Pemilihan kepala daerah dengan mengutamakan putra daerah, bukan putra terbaik bangsa.
  3. Implementasi nilai-nilai Pancasila belum dilembagakan secara komprehensif.  Sejak BP7 dibubarkan saat reformasi, tidak ada lagi lembaga yang bertanggungjawab menangani pemantapan nilai-nilai Pancasila dan pengembangan konsep-konsep wawasan kebangsaan.

Adapun jalan keluar untuk memecahkan permasalahan tersebut diuraikan sebagai berikut.  Pertama, peningkatan pemahaman nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

  1. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan pendidikan Pancasila pada pendidikan dasar hingga tinggi
  2. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan penataran wawasan kebangsaan kepada masyarakat, aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol
  3. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan sayembara  pembuatan software pemahaman Pancasila berbasis teknologi informasi

Kedua, penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

  1. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan pelatihan legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol
  2. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan sosialisasi legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol
  3. Pemerintah pusat dan Pemda melaksanakan legal drafting kepada  aparat dan tokoh masyarakat/agama/parpol

Ketiga, pelembagaan implementasi dan pemantapan nilai-nilai Pancasila.  Hal ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya:

  1. Pemerintah pusat menyusun peraturan dan menunjuk Lemhannas untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan implementasi nilai-nilai Pancasila
  2. Lemhannas menyusun konsep implementasi nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan
  3. Lemhannas melaksanakan pemantapan nilai-nilai Pancasila

DAFTAR PUSTAKA

BPS (Badan Pusat Statistik).  2010.  Perkembangan Indikator-indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, Bulan Maret 2010.  BPS Pusat Jakarta.

Poespowardojo, S dan Hardjatno, N. J. M. T.  2010.  Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa.  Dalam Modul 1. Sub Bidang Studi Pancasila dan Perkembangannya.  Pokja Ideologi.  Lemhannas, Jakarta

Pokja Tannas.  2010.  Materi Pokok Ketahanan Nasional: Konsepsi dan tolok ukur.  Pokja Tannas, Lemhannas RI, Jakarta.

UNDP (United Nations Development Programme).   2005.  Indonesia’s 2005 MDGs Report.  United Nations Development Programme.   New York

UNDP (United Nations Development Programme).   2009.  Human Development Report 2009.  United Nations Development Programme.   New York

World Economic Forum.  2009.  The Global Competitiveness Report 2009–2010.   World Economic Forum and Global Competitiveness Network.  Geneva, Switzerland


[1] Ukuran kualitas SDM senantiasa dihubungkan dengan IPM yang mengandung unsur-unsur ukuran harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan pendapatan.    Ukuran kualitas SDM sesungguhnya adalah muara dari proses-proses pembangunan dalam segala bidang.  Konsepsi IPM sejalan dengan konsepsi pembangunan (terbaru) yang meletakkan manusia sebagai pusat perhatian.  Konsep ini memperhatikan bahwa manusia  perlu menyadari potensinya untuk meningkatkan pilihan-pilihan untuk membawa kehidupannya lebih bernilai (UNDP, 2009).  Konsep ini juga sejalan dengan pencapaian sasaran pembangunan milenium atau millenium development goals (MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara termasuk Indonesia pada tahun 2000 (UNDP, 2005).

Leave a comment